RESIKO AUDIT


I.                   PENGERTIAN RESIKO

Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian suatu tujuan. Sedangkan menurut beberapa ahli artii dari resiko adalah sebagai berikut :
         Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H)
         Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim)
         Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
         Resiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi)
Sedangkan penilaian resiko menurut Muhammad Badrus adalah sebuah aktifitas yang dilakukan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kemungkinan adanya kesalahan atau penurunan kualitas akibat beroperasinya suatu kegiatan. Pendapat lainnya, penilaian risiko adalah mengkuantitatifkan atau menggolongkan tingkatan risiko  agar mudah dikelola dan dilakukan penanganan yang tepat sesuai prinsip Cost and Benefit. Penentuan resiko (risk assessment) merupakan hal penting bagi manajemen dan auditor. Bagi manajemen penentuan resiko merupakan tanggungjawab yang tidak terpisahkan dan dilakukan secara terus menerus. Karena manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan bahwa tujuan tersebut telah tercapai. Banyak hambatan yang timbul dalam pencapaian tujuan tersebut dan hambatan tersebut bisa berasal dari luar entitas maupun dari dalam entitas. Sejumlah resiko tidaklah dalam bentuk yang statis tetapi juga dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi sehingga selalu ada resiko-resiko baru yang muncul setiap waktu. Oleh karena itu penentuan resiko harus berjalan berkelanjutan dalam proses manajemen yang dilakukan secara terorganisir dan berurutan.
Sedangkan bagi auditor, dalam kegiatan audit harus memasukan hasil penentuan resiko ke dalam program audit untuk memastikan bahwa kontrol-kontrol yang dibutuhkan memang diterapkan untuk mengurangi risiko. Resiko dalam audit atau resiko audit memperlihatkan resiko yang dihadapi auditor yang menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut telah benar sehingga dan pendapat auditor telah diterbitkan, tetapi pada kenyataannya laporan tersebut ternyata tidak benar dan materialitasnya tinggi. hal tersebut menyebabkan pendapat auditor tersebut menjadi tidak bermutu bagi para penggunanya. Hal ini bisa terjadi karena auditor hanya mampu mengumpulkan bukti berdasarkan tes transaksi dan kesalahan yang telah diatur sedemikian rupa menyebabkan menjadi sangat sulit dideteksi meskipun auditor telah bekerja sesuai dengan standar audit yang berlaku.
Menurut studi yang dilakukan oleh COSO, pembahasan tentang penentuan resiko adalah sebagai berikut:
“Setiap entitas menghadapi berbagai resiko baik dari lua maupun dari dalam yang harus ditentukan. Persyaratan awal untuk menentukan resiko adalah adanya penetapan tujuan yang dihubungkan pada tingkat-tingkat yang berbeda dan konsisten di dalam organisasi. Penentuan resiko adalah identifikasi dan analisis resiko-resiko yang relevan untuk mencapai tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar untuk menentukan cara pengelolaan resiko. Karena kondisi ekonomi, industri, peraturan, dan operasi akan terus menerus berubah, maka dibutuhkan mekanisme untuk mengidentifikasi dan menangani resiko-resiko khusus yang berhubungan dengan perubahan.”
Pada proses perencanaan audit, salah satu proses yang harus dilakukan oleh seorang auditor adalah  melakukan penilaian resiko bisnis klien. Auditor mempergunakan pengetahuan yang didapatkan dari pemahaman sistem strategi akan bisnis dan industri klien untuk melakukan penilaian resiko tersebut. Resiko bisnis klien adalah resiko dimana klien akan gagal dalam mencapai tujuannnya. Perhatian utama seorang auditor adalah resiko dari salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh resiko bisnis klien. Dalam menilai resiko bisnis klien juga harus mempertimbangkan kontrol manajemen yang bisa mengurangi resiko bisnis .
Auditor menerima sejumlah tingkat resiko atau ketidakpastian dalam melaksanakan fungsi auditnya. Auditor mengenali bahwa terdapat suatu ketidakpastian tentang kompetensi bukti, ketidakpastian tentang efektivitas dari dari pengendalian intern yang dimiliki klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar pada saat audit telah selesai dilakukan. Auditor yang efektif mengenali kehadiran sejumlah risiko serta akan bergumul dengan risiko-risiko tersebut dalam suatu cara pendekatan yang tepat. Mayoritas risiko yang dihadapi oleh auditor sulit untuk diukur serta membutuhkan pemikiran yang cermat agar dapat direspons dengan tepat. Menjawab berbagai risiko ini secara tepat merupakan suatu hal kritis dalam rangka menghasilkan suatu audit yang berkualitas tinggi.
Auditor mendapat sebuah pemahaman tentang bisnis dan industri klien dan menilai risiko bisnis  klien untuk menilai kemungkinan salah saji mateial dalam laporan keuangan klien. Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih jauh potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka paling mungkin terjadi.
Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko yang ada dalam merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah melalui penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber dari model risiko audit ini adalah literatur profesional yang terdapat dalam SAS 39 (AU350) tentang sampling audit serta dalam SAS 47 (AU 312) tentang materialitas dan risiko. Model resiko audit umumnya digunakan bagi berbagai tujuan perencanaan untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan pada setiap siklusnya. Formula atas model resiko audit adalah sebagai berikut:
Keterangan :   PDR   : planned detection risk (rentan bukti yang harus dikumpulkan auditor)
                        AAR   : acceptable audit risk (tingkatan resiko yang masih bisa diterima  auditor)
                        IR      : inheren risk (keyakinan atas tidak adanya salah saji diluar SPI)
                        CR     : control risk (keyakinan atas efektifitas SPI)

II.                 JENIS-JENIS RESIKO

A.                 Risiko Deteksi Terencana

Risiko deteksi terencana (planned detection risk) merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada. Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana ini yaitu sebagai berikut :
1.      Risiko  ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat dalam model. Risiko deteksi terencana hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada salah satu dari ketiga faktor lainnya tersebut.
2.      Risiko ini menentukan nilai substantif yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi terencana itu sendiri.
Jika nilai risiko deteksi terencana  berkurang, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang berkurang ini.

B.                  Risko inheren

Risko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material (kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan dan pengendalian intern yang ada. Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji yang material.  Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi.  pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan dalam menetapkan nilai risiko inheren karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian. Penilaian ini cenderung didasarkan atas sejumlah diskusi yang telah dilakukan dengan pihak manajemen, pemahaman yang dimiliki akan perusahaan, serta hasil-hasil yang diperoleh dari tahun-tahun sebelumnya.
Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit yang direncanakan adalah sebagai berikut : risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi terencana serta memiliki hubungan yang searah  dengan bukti audit.
Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan untuk suatu tingkat risiko inheren yang lebih tinggi dalam suatu area audit tertentu, merupakan hal yang umum dilakukan pula untuk menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak pengalaman untuk melakukan audit pada area tersebut serta melakukan riview yang lebih mendalam pada kertas kerja yang telah selesai dibuat. Sebagai contoh : jika risiko inheren atas keusangan persediaan sanagt tinggi, maka sangatlah masuk akal  bila kantor akuntan publik memilih staf yang berpengalaman untuk melakukan sejumlah tes yang lebih mendalam atas keusangan persediaan ini dan melakukan review yang lebih cermat atas hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.

C.                  Resiko pengendalian

Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh auditor untuk menilai adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai salah saji yang masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien. Resiko pengendalian ini memperhatikan 2 hal berikut:
1.      penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji.
2.      kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada di bawah nilai maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.
Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko inheren dan resiko pengendalian.
Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara resiko pengendalian dan resiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara resiko pengendalian dan bukti substantif merupakan hubungan yang searah. Sebagai contoh, jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern bersifat efektif, maka nilai resiko deteksi terencana dapat meningkat sehingga jumlah bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan akan turun. Auditor dapat meningkatkan resiko deteksi terencana pada saat pengendalian intern bersifat efektif karena pengendalian intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan hadirnya salah saji dalam laporan keuangan.
Sebelum auditor  dapat menetapkan nilai resiko pengendalian kurang dari 100 persen, auditor harus memahami pengendalian intern yang ada, dan berdasarkan pemahaman itu, auditor melakukan evaluasi tentang bagaimana seharusnya fungsi pengendalian intern tersebut, serta melakukan uji atas efektifitas pengendalian intern tersebut. Hal pertama dari semua ini adalah keharusan untuk memahami semua jenis audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah penilaian resiko pengendalian yang diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan nilai atas resiko pengendalian supaya berada di bawah nilai maksimum.

D.                 Resiko akseptibilitas audit

Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah, hal tersbut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Resiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko akseptibilitas audit sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit assurance sebesar 98 persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka akan mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf yang lebih berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah.

E.                  Resiko kecurangan

Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas. Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan.
Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan  informasi untuk menentukan luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik kelompok maupun individual, kesempatan yang tercipta, dan perilaku manajemen untuk membiarkan terjadinya tindakan ketidakjujuran tersebut.

III.              PENILAIAN RISIKO

A.                 Menilai Risiko Yang Dapat Diterima ( Acceptable Audit Risk )


Auditor harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi suatu audit selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko risiko penugasan.
Risiko penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau organisasi yang membawahi auditor akan menderita kerugian setelah selesainya audit, walaupun laporan audit sudah benar.
Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor harus menilai setiap factor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima
Faktor faktor utama yang mempengaruhi resiko penugasan dan mempengaruhi resiko yang audit yang dapat diterima antara lain:
a.                  Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
b.                  Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan
c.                   Integritas manajemen
Metode yang digunakan menilai risiko audit yang dapat diterima
a.                  Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
·         Menelaah laporan keuangan
·         Membaca notulen rapat dewan direksi unruk menentukan rencana masa depan
·         Membahas rencana pembiayaan dengan manajemen.
b.                  Kemungkinan klien mengalami kesulitan
·         Menganalisis keuangan  laporan keuangan dan menggunakan prosedur analitis lainnya
·         Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk mempelajari arus kas masuk dan keluar
c.                   Integritas manajemen
·         Menganalisa prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien.

Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK
Penilaian risiko pemeriksaan yang dapat diterima  secara kualitatif bisa dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
1.      Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima rendah,
2.      Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima menengah,
3.      Tingkat risiko pemeriksan yang dapat diterima tinggi.
Sedangkan penilaian risiko pemeriksaan menggunakan pendekatan kuantitatif menetapkan tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima merujuk pada ASOSAI yaitu:
1.      Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 5 %, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 95% (AAR=1-tingkat keyakinan). Tingkat ini berlaku untuk sebagian besar entitas yang diperiksa.
2.      Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 3%, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini dinilai cukup memadai untuk beberapa entitas yang sangat sensitif atau berisiko tinggi.
3.      Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 1%, artinya tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sampai 99%. Tingkat ini berlaku bagi beberapa entitas  dengan ciri-ciri sebagai berikut:
·         Entitas tersebut mempunyai pengguna eksternal yang sangat ekstensif perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut, dan/atau
·         Entitas tersebut cukup rentan akan terjadinya salah saji material dan secara politik sensitif dan/atau adanya harapan  atas kewajaran laporan keuangan entitas tersebut sehingga pemeriksa membutuhkan tingkat keyakinan yang sangat tinggi.

Pemeriksa harus menentukan risiko pemeriksaan yang dapat diterima berdasarkan identifikasi kondisi entitas yang diperiksa dan juga informasi penting lainnya yang berkaitan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan harapan penugasan atas entitas diperiksa apalagi jika entitas tersebut mempunyai stakeholders yang luas.

B.                  Menilai Risiko Inheren (Inherent Risk)


Auditor melakukan penilaian risiko inheren selama tahap perencanaan dan memperbaharui penilaian tersebut selama audit berlangsung. Auditor harus mengevaluasi informasi yang mempengaruhi risiko inheren serta memutuskan faktor risiko inheren yang tepat bagi setiap tujuan audit.
Faktor faktor yang mempengaruhi risiko inheren :
a.      Sifat bisnis klien
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Pemahaman auditor atas bisnis klien akan membantu menilai risiko inheren ini.
b.      Hasil audit sebelumnya
Salah saji yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat ditemukan lagi dalam audit tahun berjalan. Oleh karena itu auditor tidak boleh mengabaikan hasil audit tahun sebelumnya selama mengembangkan proses audit di tahun berjalan.
c.       Penugasan awal vs penugasan berulang
Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah saji setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Auditor menetapkan risiko inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan mengurangi tinggkat risikonya pada tahun berikutnya karena telah semakin memahami klien.
d.      Pihak pihak yang terkait
Pihak yang terkait yaitu perusahaan induk dengan perusahaan anak, serta manajemen dan entitas perusahaan. Risiko inheren atas transaksi pihak yang terkait ini sangat tinggi karena kemungkinan salah saji yang lebih besar.
e.      Transaksi non rutin
Transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar resikonya dibandingkan transaksi rutin karen pengalaman untuk transaksi non rutin masih sedikit.
f.        Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat
Auditor harus memperbesar risiko inheren karena banyak akun memerlukan estimasi dan banyak pertimbangan manajemen.
g.      Unsur unsur populasi
Seluruh item yang membentuk populasi mempengaruhi ekspektasi auditor mengenai salah saji yang material
h.      Faktor faktor yang berkaitan dengan pelaporan keuangan yang curang dan misapropriasi aktiva
Menurut konsep maupun praktik sangat sulit memisahkan faktor faktor risiko kecurangan ke dalam risiko yang dapat diterima ataupun risiko inheren.


Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK
Secara kualitatif, risiko inheren terbagi menjadi lebih rendah dan lebih tinggi. Pemeriksa dapat mendokumentasikan penilaian risiko inherennya pada setiap level melalui formulir Audit Risk Matrix (ARM). Berdasarkan analisis pada matriks ARM maka dihasilkan akun-akun apa saja yang signifikan dan beresiko tinggi terhadap kewajaran laporan keuangan.
a.      Lebih tinggi atau 100%. Pada saat pemeriksa mengidentifikasi risiko tertentu atau faktor lain yang menimbulkan keyakinan bahwa terdapat kemungkinan yang lebih besar akan terjadinya kesalahan atas hal yang menurut pemeriksaan penting, pemeriksa akan menilai risiko inheren bagi asersi laporan keuangan yang relevan dengan kriteria lebih tinggi. Pemeriksa juga menganggap risiko inheren sebagai 100% sebagai hasil pertimbangan profesionalnya dan bersifat konservatif.
b.      Lebih rendah atau <100%. Jika pemeriksa yakin bahwa kecil kemungkinan terjadinya kesalahan atas hal yang menurut pemeriksaan penting (dengan asumsi tidak ada pengendalian), pemeriksa akan memberi penilaian dengan kriteria lebih rendah.

C.                  Menilai Risiko Deteksi Yang Direncanakan (Planned Detection Risk)


Para auditor menetapkan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima (risiko deteksi yang direncanakan) yang mempengaruhi tes-tes substantif yang mereka lakukan.
a.      Jika tingkat risiko deteksi yang direncanakan rendah, maka auditor akan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk menurunkan risiko kesalahan saji .
b.      Tingkat risiko deteksi yang direncanakan tinggi maka auditor mengurangi pengumpulan bukti .

Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK,
Ada dua jenis risiko deteksi berkaitan dengan audit sampling, yaitu risiko prosedur analitis dan risiko pengujian substantive.
a.      Risiko prosedur analitis berasal dari keputusan pemeriksa untuk menggunakan pertimbangannya dan menentukan apakah prosedur analitis merupakan prosedur yang efektif dan efisien dalam mendapatkan bukti pemeriksaan yang memadai.
b.      Penilaian risiko prosedur analitis sangat subyektif dan sulit untuk dikuantifikasikan. Oleh sebab itu biasanya pemeriksa secara konservatif memberikan nilai risiko ini cukup tinggi, yaitu antara 40% hingga 100%.

D.                 Menilai Risiko Pengendalian (Control Risk)


Auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian pengendalian internal untuk melakukan penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian. Setelah memahami pengendalian internal, auditor dapat membuat penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian sebagai bagian dari penilaian risiko secara keseluruhan. Penilaian ini merupakan ukuran ekspektasi auditor bahwa pengendalian internal akan mencegah salah saji material atau mendeteksi dan mengoreksinya jika terjadi.
Banyak auditor menggunakan matriks risiko pengendalian (control risk matrix) untuk membantu proses penilaian risiko pengendalian. Tujuannya adalah menyediakan cara yang mudah untuk mengatur penilaian risiko pengendalian bagi setiap tujuan audit.
Langkah langkah dalam penilaian risiko pengendalian:
·         Mengidentifikasi tujuan audit
·         Mengidentifikasi pengendalian yang ada
·         Menghubungkan pengendalian dengan tujuan audit
·         Mengidentifikasi dan mengevaluasi defisiensi pengendalian, defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang material
·         Menghubungkan defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang material dengan tujuan audit terkait.
·         Menilai risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit.

Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK
Setelah pemeriksa menilai risiko inheren, risiko pengendalian juga harus dinilai sebagai bagian proses penilaian risiko dalam pemeriksaan keuangan.
Penilaian risiko pengendalian merupakan estimasi terhadap risiko pengendalian intern yang sangat bergantung pada bagaimana hasil evaluasi pemeriksa yang bersangkutan terhadap pengendalian intern entitas yang diperiksa, meskipun pertimbangan profesional pemeriksa masih juga menentukan.
Apabila sistem pengendalian intern entitas yang diperiksa telah dirancang secara memadai, dan pengujian ketaatan yang dilaksanakan pemeriksa menunjukkan bahwa pengendalian tersebut telah dijalankan secara memadai pula, maka pemeriksa akan merasa bahwa pengendalian intern tersebut dapat diandalkan, yang berarti bahwa dia akan memberikan estimasi yang cukup rendah terhadap risiko ini. Demikian pula sebaliknya.
Berdasarkan matriks CRM, Pemeriksa dapat menilai risiko pengendalian menjadi "minimum”, "moderat” atau "maksimum”untuk dimasukkan kedalam matriks ARM.
a.      Minimum atau keyakinan pemeriksa sangat terjamin atas efektivitas pengendalian intern dengan rentang risiko pengendalian sebesar 10-30%. Pemeriksa menilai pengendalian sebagai efektif dan melaksanakan test of controls untuk mengkonfirmasikan bahwa pengendalian telah beroperasi secara efektif sepanjang periode.  Pemeriksa mengevaluasi kecukupan dari bukti yang sudah diperoleh serta apakah bukti ini mendukung penilaian "minimum". Jika pemeriksa menyimpulkan bahwa bukti-bukti pemeriksaan tidak mendukung penilaian ini, pemeriksa mempertimbangkan kembali evaluasinya atas efektivitas pengendalian.  Jika pengendalian ditemukan ternyata tidak efektif, pemeriksa menilai risiko pengendalian sebagai "maksimum".
b.      Moderat atau keyakinan pemeriksa cukup terjamin atas efektivitas pengendalian intern dengan rentang risiko pengendalian sebesar 31-70%. Pemeriksa menyimpulkan bahwa desain dari pengendalian adalah efektif, tetapi pemeriksa tidak melakukan test of controls untuk mengkonfirmasikan efektifitas pelaksanaannya sepanjang periode.  Pemeriksa juga mempertimbangkan apakah pelaksanaan walkthrough yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap pengendalian memberikan bukti yang cukup untuk menilai risiko sebagai "moderat". Jika pemeriksa menyimpulkan bahwa bukti tidak mendukung penilaian ini, pemeriksa mempertimbangkan untuk mendapatkan bukti-bukti tambahan untuk mendukung penilaian “moderat”, atau menilai risiko pengendalian sebagai "maksimum".  Penilaian risiko pengendalian ini tidak berlaku untuk akun-akun atau asersi-asersi yang dipengaruhi oleh transaksi-transaksi yang bersifat estimasi, seperti penyusutan, penyisihan piutang ragu-ragu.
c.       Maksimum atau keyakinan pemeriksa tidak terjamin atas efektivitas pengendalian intern dengan rentang risiko pengendalian sebesar 71-100%. Pemeriksa menilai risiko pengendalian sebagai maksimum ketika (1) bukti pemeriksaan mengindikasikan bahwa pengendalian tidak efektif, atau (2) setelah memperoleh pemahaman yang memadai mengenai proses entitas yang diperiksa:
·         Pemeriksa percaya bahwa pengendalian nampaknya akan tidak efektif, atau
·         Pemeriksa sudah mengidentifikasi prosedur-prosedur uji substantif yang efisien dan efektif yang diyakini penting untuk mendukung saldo akun terkait.


E.                  Menilai Risiko Kecurangan


Dalam menilai risiko kecurangan, SAS 99 memberikan pedoman bagi auditor. Auditor harus mempertahankan sikap skeptisisme profesional ketika memepertimbangkan serangkaian informasi termasuk faktor faktor risiko kecurangan, untuk dapat mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan
a.         Skeptisisme professional
Selama penugasan, bahwa tim auditor harus mempertahankan sikap dan pikiran yang selalu mempertanyakan.
b.         Evaluasi kritis atas bukti
Auditor harus menyelidiki secara mendalam permasalahan dan kemungkinan kesalahan salah saji yang material karen kecurangan.
c.          Komunikasi di antara tim audit
Diantara auditor dapat saling bertukar pendapat terutama dengan yang telah berpengalaman mengenai penilaian risiko kecurangan, dan bagaimana kecurangan kecurangan itu biasanya terjadi dalam organisasi atau entitas yang diaudit.
d.         Mengajukan pertanyaan kepada manajemen
Untuk menilai risiko kecurangan, auditor dapat menanyakan beberapa pertanyaan secara langsung kepada manajemen ataupun pihak lain dalam organisasi, sehingga terbuka kesempatan datangnya informasi yang dalam kondisi lain tidak diungkapkan oleh manajemen ataupun pihak lain dalam organisasi.
e.         Prosedur analitis
Auditor harus melakukan prosedur analitis selama tahapan perencanaan audit dan penyelesaian audit untuk membantu mengidentifikasi kecurangan kecurangan.
f.           Faktor faktor risiko
Untuk menilai resiko kecurangan, kondisi yang harus diperhatikan adalah  adanya faktor faktor risiko kecurangan (segitiga kecurangan/ fraud triangle)
·            Insentif/tekanan
Manajemen atau pegawai merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Insentif yang umum bagi entitas untuk memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek keuangan entitas.
·            Kesempatan
Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai lain untuk melakukan kecurangan. Risiko kecurangan yang lebih besar akan dihadapi oleh entitas yang menggunakan banyak pertimbangan dan estimasi dalam operasinya.
·            Perilaku/rasionalisasi
Karakter, sikap dan nilai nilai etis yang membolehkan manajemen dan pegawai lain bersikap curang atau lingkungan yang menekan dan membuat adanya rasionalisasi tindakan curang.



IV.              HUBUNGAN ANTARA RESIKO DENGAN BUKTI AUDIT DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESIKO


Rounded Rectangle: Resiko Akseptibilitas AuditFaktor
Yang
D
 
D
 
I
 
Mempengaruhi
I
 
I
 
Rounded Rectangle: Bukti Audit yang DirencanakanRounded Rectangle: Resiko Deteksi TerencanaRounded Rectangle: Resiko InherenRounded Rectangle: Resiko PengendalianResiko






I
 


D
 

 
           


Gambar di atas mengikhtisarkan berbagai faktor yang menentukan masing-masing tingkat resiko, pengaruh dari ketiga komponen resiko pada penetapan resiko deteksi terencana, serta hubungan keempat faktor resiko tersebut pada bukti audit yang direncanakan. Huruf “D” pada gambar mengindikasikan suatu hubungan yang searah antara suatu komponen resiko dengan resiko deteksi terencana atau bukti audit yang direncanakan. Huruf “I” mengindikasikan suatu hubungan yang terbalik. Sebagai contoh, suatu peningkatan pada resiko akseptibilitas audit akan mengakibatkan suatu peningkatan pada resiko deteksi terencana (D) serta suatu penurunan pada bukti audit yang direncanakan (I).
Resiko Audit untuk Segmen - segmen
Baik resiko pengendalian maupun resiko inheren umumnya ditentukan bagi setiap siklus, setiap akun, dan seringkali pula bagi setiap tujuan audit, bukan bagi keseluruhan penugasan audit, dan kemungkinan besar akan sangat bervariasi dari satu siklus ke siklus lainnya, sari satu akun ke akun lainnya, serta dari satu tujuan audit ke tujuan audit lainnya untuk suatu penugasan audit saja. Pengendalian intern barangkali memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi untuk sejumlah akun yang terkait dengan saldo daripada atas akun-akun yang terkait dengan aktiva tetap.  Selanjutnya, resiko pengendalian pun akan berbeda bagi akun-akun yang berbeda.
Resiko akseptibilitas audit umumnya ditetapkan oleh auditor selama fase perencanaan dan ditetapkan pada tingkat yang sama bagi setiap siklus dan akun utama. Para auditor umumnya mempergunakan tingkat resiko akseptibilitas audit yang sama bagi setiap segmen karena berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat resiko akseptibilitas audit terkait dengan seluruh aspek penugasan audit, bukan pada masing-masing akun.
Tetapi, pada beberapa kasus, tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah barangkali akan lebih tepat bagi suatu akun daripada akun-akun lainnya. Dalam contoh terdahulu, walaupun auditor memutuskan untuk menggunakan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang menengah bagi keseluruhan penugasan audit, auditor dapat saja memutuskan untuk mengurangi tingkat resiko akseptibilitas audit hingga tingkat yang rendah bila ternyata persediaan tersebut dipergunakan sebagai jaminan atas suatu kredit jangka pendek.
Beberapa auditor menggunakan tingkat resiko akseptibilitas audit yang sama dengan tingkat resiko akseptibilitas audit atas keseluruhan penugasan audit bagi setiap segmen auditnya, sementara sejumlah auditor lain menggunakan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih tinggi bagi setiap segmen.
Karena tingkat resiko pengendalian dan tingkat resiko inheren sangat bervariasi dari satu siklus ke siklus lainnya, dari satu akun ke akun lainnya, atau dari satu tujuan audit ke tujuan audit lainnya, maka tingkat resiko deteksi terencana serta jumlah bukti audit yang direncanakan pun semakin bervariasi. Setiap penugasan didasari oleh situasi-situasi yang berbeda, serta rentang bukti audit yang diperlukan akan tergantung pada sejumlah situasi yang unik. Sebagai contoh, pada suatu penugasan audit, akun persediaan barangkali akan membutuhkan pengujian yang ekstensif akibat dari lemahnya pengendalian intern serta akibat dari pertimbangan tentang tingkat keusangan yang terjadi dari sejumlah perubahan teknologi yang terdapat dalam industry. Dalam penugasan audit yang sama, akun piutang dagang barangkali hanya memerlukan sedikit pengujian saja karena efektifnya tingkat pengendalian intern yang ada, tingkat penagihan piutang yang tinggi, serta temuan audit yang baik pada penugasa audit tahun-tahun sebelumnya. Maka bagi suatu audit atas persediaan, auditor dapat menetapkan suatu penilaian bahwa di dalam akun tersebut terdapat suatu tingkat resiko inheren yang tinggi atas suatu salah saji dalam nilai yang terealisasi akibat dari tingginya potensi keusangan persediaan, tetapi menetapkan suatu tingkat resiko inheren yang rendah atas suatu salah saji dalam klasifikasi karena  pada klien tersebut hanya terdapat persediaan yang dibeli dari pihak ketiga saja.
Pemakai yang dapat ditentukan sebelumnya
Resiko kecurangan bisa dinilai untuk seluruh audit atau per siklus, akun dan tujuan. Umpamanya, sebuah insentif kuat untuk manajemen agar memenuhi harapan pendapatan yang cukup agresif bisa mempengaruhi audit sedangkan kerentanan terhadap pencurian persediaan bisa mempengaruhi akun persediaan. Baik untuk resiko kecurangan pelaporan keuangan dan resiko penyalahgunaan aktiva, fokusnya berada pada area khusus dan meningkatnya resiko kecurangan dan merancang prosedur audit atau mengubah keseluruhan perilaku audit untuk merespon resiko tersebut.
Mengaitkan Nilai Salah Satu yang Masih Dapat Ditoleransi dan Resiko-Resiko kepada Tujuan Audit yang Terkait dengan Saldo
Walaupun merupakan hal yang umum dipraktekkan untuk melakukan penilaian atas resiko inheren dan resiko pengendalian bagi setiap tujuan audit yang terkait dengan saldo, tetapi melakukan alokasi materialitas pada setiap tujuan audit bukanlah hal yang biasa dilakukan. Para auditor dapat mengasosiasikan sebagian besar resiko pada berbagai tujuan audit yang berbeda dengan efektif. Menentukan hubungan antara suatu resiko dengan satu atau dua tujuan audit cukup mudah untuk dilakukan. Sebagai contoh, tingkat keusangan persediaan kemungkinan besar tidak akan mempengaruhi tujuan audit lainnya selain dari tujuan audit atas nilai yang terrealisasi. Merupakan hal yang lebih sulit untuk memutuskan berapa besar seharusnya tingkat materialitas yang harus dialokasikan pada suatu akun tertentu untuk dialokasikan kembali pada satu atau dua tujuan audit. Mayoritas auditor tidak memiliki keinginan untuk melakukan hal tersebut
Batasan – Batasan Pengukuran
Satu batasan utama dalam penerapan model resiko audit ini adalah kesulitan pengukuran berbagai komponen model. Walaupun auditor telah mencoba upaya yang terbaik dalam membuat perencanaan audit, penilaian atas resiko akseptibilitas audit, resiko inheren, dan resiko pengendalian, serta selanjutnya atas resiko deteksi terencana sangatlah subyektif dan terdiri dari sejumlah perkiraan terbaik. Untuk mengimbangi masalah pengukuran ini sebagian besar auditor mempergunakan istilah – istilah pengukuran yang lebar dan subyektif, seperti rendah, sedang, dan tinggi.
Situasi
AAR
Inheren Risk
Control Risk
PDR
Jumlah Bukti yang Diperlukan
1
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Rendah
2
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
3
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
4
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
5
Tinggi
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang

Merupakan hal yang cukup sulit untuk mengukur jumlah bukti audit yang diperlukan bagi suatu tingkat resiko deteksi terencana tertentu. Suatu program audit khusus yang ditujukan untuk mengurangi tingkat resiko deteksi hingga tingkat resiko yang direncanakan merupakan suatu kombinasi atas sejumlah prosedur audit, yang masing-masing mempergunakan suatu jenis bukti yang berbeda yang diterapkan pada berbagai tujuan audit yang berbeda pula.
Dalam menetapkan model resiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing, tetapi sebagian besar auditor lebih memperhatikan masalah yang terakhir. Underauditing dapat membawa kantor akuntan public pada kewajiban hokum serta kehilangan reputasi profesionalnya.
Hubungan antara Resiko, Materialitas, dan Bukti Audit
Konsep – konsep materialitas dan resiko dalam auditing saling terkait erat dan tak terpisahkan. Resiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sementara materialitas merupakan suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-sama, kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu besaran tertentu. Sebagai contoh, suatu pernyataan bahwa auditor berencana untuk mengumpulkan bukti audit sedemikian rupa hingga hanya terdapat suatu tingkat resiko (resiko akseptibilitas audit) sebesar 5 persen saja atas kegagalan dalam mengungkapkan suatu salah saji yang melebihi nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi sebesar $400,000 (materialitas) merupakan suatu pernyataan yang sangat akurat dan penuh arti. Jika, baik bagian yang menyatakan risiko atau materialitas dari pernyataan tersebut dihapuskan, maka pernyataan tersebut tidak akan memiliki arti apapun. Suatu tingkat risiko sebesar 5 persen tanpa diikuti dengan suatu ukuran materialitas yang spesifik dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu salah saji yang bernilai $100 atau $1,000,000 pun dapat diterima. Suatu overstatement sebesar $442,000 tanpa diikuti dengan suatu tingkat risiko yang spesifik dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu tingkat risiko sebesar 1 persen atau 80 persen pun dapat diterima.






V.                EVALUASI HASIL


Rounded Rectangle: AcAR = IR x CR x AcDR

Setelah auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bukti audit,hasil-hasilnya dapat diyatakan dalam versi evaluasi model resiko audit. SAS107 menyatakan  model resiko audit untuk mengevaluasi hasil-hasil audit sebagai

di mana:
AcAR = Achieved Audit Risk (risiko audit yang dicapai). Ukuran risiko yang sudah diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan disalahsajikan secara material setelah auditor mengumpulkan bukti audit.
IR = Inherent Risk (risiko inheren). Factor risiko inheren yang sama yang dibahas dalam perencanaan kecuali sudah direvisi karena ada informasi baru.
CR = Control Risk (risiko pengendalian). Risiko pegendalian yang sama yang telah dibahas sebelumnya kecuali sudah direvisi selama audit.
AcDR = Achieved Detection Risk (risiko deteksi yang dicapai). Ukuran risiko bahawa bukti audit untuk suatu segmen tidak mendeteksi salah saji yang melampaui salah saji yang dapat ditoleransi, jika salah saji semacam itu memang ada. Auditor dapat mengurangi risiko deteksi yang dicapai ini hanya dengan mengumpulkan bukti.
Berdasarkan riset, tidak tepat menggunakan rumus evaluasi ini untuk benar-benar menghitung risiko audit yang dicapai sebagai mana yang dinyatakan rumus di atas. Riset menununjukkan bahwa penggunaan rumus ini dapat mengakibatkan risiko audit yang dicapai kurang saji. Namun, hubungan yang ada dalam rumus itu valid dan harus digunakan dalam praktik.
Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke tingkat yang dapat diterima:
1.      Mengurangi risiko inheren
2.      Mengurangi risiko pengendalian
3.      Mengurangi risiko deteksi yang dapat dicapai dengan meningkatkan pengujian audit substantive
Penggabungan ketiga faktor tersebut secara subjektif untuk mencapai tingkat risiko audit yang cukup rendah membutuhkan pertimbangan profesional yang matang.
Model risiko audit merupakan model perencanaan, sehingga penggunaannya terbatas pada mengevaluasi hasil audit saja.

Model risiko audit untuk merencanakan Bukti dan mengevaluasi Hasil

 













Gambar tersebut menunjukkan model risiko audit untuk perencanaan dan evaluasi hasil audit. Sisi kana gambar menunjukkan bahwa pengumpulan bukti yang lebih substantive dapat mengurangi risiko deteksi yang dicapai. Tingkat risiko deteksi yang dicapai lebih rendah beserta risiko inheren dan risiko pengendalian yang lebih rendah akan mengurangi risiko audit yang dicapai.
Meskipun tidak ada kesulitan yang dihadapi oleh auditor dalam mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa penilaian setiap risiko sudah wajar atau lebih baik daripada yang diduga semula, auditor tetap harus sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren dapat ditetapkan terlalu rendah atau risiko audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi.
Dalam keadaan seperti itu, auditor harus mengikuti pendekatan dua langkah.
1.      Auditor harus merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat.
2.      Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap kebutuhan bukti, tanpa menggunakan model risiko audit.